TRAGEDI RUYATI VS PIDATO SBY di JENEWA
Tangggal
14 juni 2011 lalu merupakan sebuah moment sejarah bagi Indonesia. Indonesia
mendapatkan penghargaan sebagai pembicara kunci (keynote speaker) dalam konferensi international labour organisation (ILO) di Jenewa Swiss. Presiden
SBY sebagai perwakilan Indonesia sekaligus pembicara kunci (keynote speaker) mendapatkan standing
applause dari seluruh negara yang hadir dalam konferensi yang sangat
prestisius tersebut. Dalam pidatonya, Presiden SBY menyampaikan
6 program prioritas Indonesia dalam menangani permasalahan bagi buruh. Salah
satu dari program itu adalah bagian dari upaya pemerintah untuk melindungi para
buruh migran, baik dari sektor kesehatan, perlindungan, hingga pendapatan.
Selain
itu SBY membanggakan peran para TKI atau buruh migran yang merupakan pahlawan
devisa negara. Sehingga wajar saja Juan
Somavia, Direktur Jendral ILO, dalam sambutannya memberikan apresiasi
kepada SBY karena Indonesia memiliki mekanisme perlindungan terhadap buruh migran
yang sudah tersedia institusi dan regulasinya.
4
hari setelah SBY meninggalkan kota Jenewa, pidato SBY yang berhasil memukau
para delegesi konferensi tersebut akhirnya menyulut kontroversi dunia tepatnya
tanggal 18 juni salah seorang tenaga kerja migran asal Indonesia di Arab Saudi Ruyati
binti Sapubi dihukum pancung, namun ironisnya pihak KBRI dan konsulat Indonesia
di Arab Saudi tidak mengetahui hal itu sama sekali apalagi pembelaan maksimal
terhadap TKI asal bekasi jawa barat tersebut.
Ruyati
binti Sapubi (54), warga Kampung Ceger, Kecamatan Sukatani, Bekasi, Jawa Barat,
menjalani hukuman mati dengan cara dipancung di Mekah, Arab Saudi, Sabtu (18/6)
lalu. Ruyati dihukum mati karena membunuh istri majikannya.Insiden pembunuhan
terjadi setelah Ruyati bertengkar dengan istri majikannya karena keinginan
untuk pulang tidak dikabulkan dan kerap kali ruyati mendapatkan siksaan dari majikannya.
Hukum pancung Ruyati telah menjadi tragedi serta derita
ribuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Polemik selalu panas saat
ada kasus menonjol yang diderita satu atau dua orang TKI. Setelah kasus itu
menumpuk, semuanya tinggal menjadi daftar yang tidak banyak lagi berbicara bagi
perbaikan nasib nereka.
Potret TKI terlalu sering membuat
wajah kita muram. Sejak berangkat, mereka sudah menjadi objek eksploitasi. Saat
ditempat kerja, sebagian mereka harus
tahan menerima siksa. Begitu pulang, mereka harus melalui gerbang khusus di
bandara agar lebih mudah di palak.
Dari tahun ke tahun terus begitu, saat ini Ruyati adalah tragedi karena
kejadiannya masih hangat. Setelah polemik tentang ruyati sekian berlalu, hampir
bisa dipastikan dia hanya menjadi salah satu item dalam daftar kasus yang
menimpa TKI. Dari pengalaman yang sudah-sudah, tragedi yang menimpa TKI belum
banyak memberi pengaruh siknifikan bagi perbaikan nasib para sosok yang kerap
disebut pahlawan devisa itu.
Dari
sebutannya yang secara resmi juga di akui pemerintah, mereka memang terlihat
begitu berwibawa. Tidak setiap orang bisa menyandang julukan pahlawan. Namun
begitu melihat nasib mereka pada umumnya, prediket pahlawan itu menjadi terasa
miris. Mereka tidak mendapatkan tempat sebagaimana layaknya seorang
pahlawan.Tentunya masih segar dalam ingatan ketika Sumiati ramai dibicarakan
karena disiksa majikannya di Arab saudi, November 2010. Saat itu, semua pejabat
terkait terlihat sibuk untuk menyelesaikan maslah sumiati, sebelumnya juga ada
kasus yang mengiris hati kasus Nirmala Bonat yang disiksa majikannya di
Malaysia. Masih banyak lagi kasus lain yang hangat di bicarakan pada masanya
tapi kemudian berlalu begitu saja.
Menurut
hemat saya pemerintah harus bersikap tegas terhadap tindakan otoritas Arab
saudi yang meneksekusi mati Ruyati. Jika pemrintah memiliki kemauan dan
komitmen tinggi terhadap perlindungan para TKI di Arab saudi maka kasus-kasus
yang seperti Ruyati ini Insyaallah tidak akan terjadi lagi. Agar daftar kasus
TKI tidak terus bertambah panjang, jadikanlah Ruyati ini kasus terakhir.
Setelah ini jangan ada lagi. Ini adalah momentum yang baik untuk menata kembali
atau bahkan mengevaluasi kembali secara total pengirimin TKI ke luar negeri. Wallahu alam bissowaf..
Satria Antoni
Mahasiswa Ilmu
Kelautan UNRI yang concern
dengan masalah sosial
e-mail: antoni_scientist@yahoo.com
CP
: 0852-6542 4847
Sebaiknya TKI kita dibekali kemampuan dan pola pikir yang edukatif seblum berangkat meninggalkan tanah air, karena bisa jadi kekurangan pemahaman akan negara yang ditujulah yang membuat banyak TKI terjerumus kedalam punishment yg sejatinya belum difahami sebelumnya.
BalasHapus