Alat bantu mbah Google

Sabtu, 02 Juni 2012 in , , ,

TRAGEDI RUYATI VS PIDATO SBY di JENEWA


 Tangggal 14 juni 2011 lalu merupakan sebuah moment sejarah bagi Indonesia. Indonesia mendapatkan penghargaan sebagai pembicara kunci (keynote speaker) dalam konferensi international labour organisation (ILO) di Jenewa Swiss. Presiden SBY sebagai perwakilan Indonesia sekaligus pembicara kunci (keynote speaker) mendapatkan standing applause dari seluruh negara yang hadir dalam konferensi yang sangat prestisius tersebut. Dalam pidatonya, Presiden SBY menyampaikan 6 program prioritas Indonesia dalam menangani permasalahan bagi buruh. Salah satu dari program itu adalah bagian dari upaya pemerintah untuk melindungi para buruh migran, baik dari sektor kesehatan, perlindungan, hingga pendapatan. Selain itu SBY membanggakan peran para TKI atau buruh migran yang merupakan pahlawan devisa negara. Sehingga wajar saja Juan Somavia, Direktur Jendral ILO, dalam sambutannya memberikan apresiasi kepada SBY karena Indonesia memiliki mekanisme perlindungan terhadap buruh migran yang sudah tersedia institusi dan regulasinya.
4 hari setelah SBY meninggalkan kota Jenewa, pidato SBY yang berhasil memukau para delegesi konferensi tersebut akhirnya menyulut kontroversi dunia tepatnya tanggal 18 juni salah seorang tenaga kerja migran asal Indonesia di Arab Saudi Ruyati binti Sapubi dihukum pancung, namun ironisnya pihak KBRI dan konsulat Indonesia di Arab Saudi tidak mengetahui hal itu sama sekali apalagi pembelaan maksimal terhadap TKI asal bekasi jawa barat tersebut.
Ruyati binti Sapubi (54), warga Kampung Ceger, Kecamatan Sukatani, Bekasi, Jawa Barat, menjalani hukuman mati dengan cara dipancung di Mekah, Arab Saudi, Sabtu (18/6) lalu. Ruyati dihukum mati karena membunuh istri majikannya.Insiden pembunuhan terjadi setelah Ruyati bertengkar dengan istri majikannya karena keinginan untuk pulang tidak dikabulkan dan kerap kali ruyati mendapatkan siksaan dari majikannya.
 Hukum pancung  Ruyati telah menjadi tragedi serta derita ribuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Polemik selalu panas saat ada kasus menonjol yang diderita satu atau dua orang TKI. Setelah kasus itu menumpuk, semuanya tinggal menjadi daftar yang tidak banyak lagi berbicara bagi perbaikan nasib nereka.
            Potret TKI terlalu sering membuat wajah kita muram. Sejak berangkat, mereka sudah menjadi objek eksploitasi. Saat ditempat  kerja, sebagian mereka harus tahan menerima siksa. Begitu pulang, mereka harus melalui gerbang khusus di bandara agar lebih mudah di palak. Dari tahun ke tahun terus begitu, saat ini Ruyati adalah tragedi karena kejadiannya masih hangat. Setelah polemik tentang ruyati sekian berlalu, hampir bisa dipastikan dia hanya menjadi salah satu item dalam daftar kasus yang menimpa TKI. Dari pengalaman yang sudah-sudah, tragedi yang menimpa TKI belum banyak memberi pengaruh siknifikan bagi perbaikan nasib para sosok yang kerap disebut pahlawan devisa itu.
Dari sebutannya yang secara resmi juga di akui pemerintah, mereka memang terlihat begitu berwibawa. Tidak setiap orang bisa menyandang julukan pahlawan. Namun begitu melihat nasib mereka pada umumnya, prediket pahlawan itu menjadi terasa miris. Mereka tidak mendapatkan tempat sebagaimana layaknya seorang pahlawan.Tentunya masih segar dalam ingatan ketika Sumiati ramai dibicarakan karena disiksa majikannya di Arab saudi, November 2010. Saat itu, semua pejabat terkait terlihat sibuk untuk menyelesaikan maslah sumiati, sebelumnya juga ada kasus yang mengiris hati kasus Nirmala Bonat yang disiksa majikannya di Malaysia. Masih banyak lagi kasus lain yang hangat di bicarakan pada masanya tapi kemudian berlalu begitu saja.
Menurut hemat saya pemerintah harus bersikap tegas terhadap tindakan otoritas Arab saudi yang meneksekusi mati Ruyati. Jika pemrintah memiliki kemauan dan komitmen tinggi terhadap perlindungan para TKI di Arab saudi maka kasus-kasus yang seperti Ruyati ini Insyaallah tidak akan terjadi lagi. Agar daftar kasus TKI tidak terus bertambah panjang, jadikanlah Ruyati ini kasus terakhir. Setelah ini jangan ada lagi. Ini adalah momentum yang baik untuk menata kembali atau bahkan mengevaluasi kembali secara total pengirimin TKI ke luar negeri. Wallahu alam bissowaf..
                       
Satria Antoni
Mahasiswa Ilmu Kelautan UNRI yang                        concern dengan masalah sosial
      e-mail: antoni_scientist@yahoo.com
CP : 0852-6542 4847


1 Comment So Far:

  1. Sebaiknya TKI kita dibekali kemampuan dan pola pikir yang edukatif seblum berangkat meninggalkan tanah air, karena bisa jadi kekurangan pemahaman akan negara yang ditujulah yang membuat banyak TKI terjerumus kedalam punishment yg sejatinya belum difahami sebelumnya.

    BalasHapus