Alat bantu mbah Google

Senin, 04 Maret 2013

MENYONGSONG KEDAULATAN TATA-KELOLA MIGAS INDONESIA


MENYONGSONG KEDAULATAN TATA-KELOLA MIGAS INDONESIA

Dalam membicarakan kedaulatan wilayah Indonesia, kerap kita mendengar statement yang sangat patriotik, yaitu “tidak akan membiarkan sejengkal pun wilayah Indonesia direbut oleh pihak asing”. Namun sikap patriotik itu tidak berjejak sedikit pun ketika membicarakan kedaulatan energi, khususnya atas minyak dan gas.
Berdaulat dan tidaknya sebuah negara,akan tercermin tatkala negara tersebut menjadi mentor dan remote kontrol dalam pengelolaan energi. Minyak dan gas adalah barang publik yang mengatur hajat hidup orang banyak, maka dalam hal ini negara harus menguasainya disamping konstitusi sudah mengamanatkannya. Akan tercedrai hakekat terbentuknya sebuah negara jika negara tidak mampu mensejahterkan rakyatnya. Bagaimana rakyat akan sejahtera dan negara akan berdaulat jika pengelolaan sektor energi tidak ada dalam genggaman negara.
Secara jelas didalam pasal 33 ayat 2 UUD 1945, bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Pasal ini cukup tegas dalam konsep kedaulatan pengelolaan kekayaan alam Indonesia. Pemerintah dalam setiap kebijakan harus mampu menginternalisasi kemuliaan pasal ini. Sangat ironis sekali jika pemerintah merestui berdirinya perusahaan yang mengelola sektor energi yang sangat strategis di luar teritorial kedaulatan NKRI. Jika praktek ini terus dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan bahwa kedaulatan tata kelola kekayaan alam Indonesia khususnya bidang energi, bagaikan permainan catur pihak asing yang tidak tunduk ke dalam hukum nasional Indonesia.
Dalam bukunya berjudul Migas dan Energi di Indonesia, almarhum Widjajono Partowidagdo mantan Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral menulis (hal 98): ”Sesuai amanat konstitusi, untuk mempercepat realisasi kemandirian nasional sangat diperlukan kepemimpinan nasional yang kuat dan berani untuk segera mengumumkan bahwa kontrak lapangan produksi yang dikelola perusahaan asing yang akan berakhir, tidak akan diperpanjang”. Ini adalah sebuah keberanian yang perlu diacungkan jempol untuk mengakhiri konrak dengan pihak asing. Karena menurut data dari kementerian ESDM (2011) bahwa dalam waktu enam tahun ke depan hingga 2018, terdapat puluhan kontrak migas yang akan berakhir. Blok-blok dimaksud antara lain Riau (Chevron, 2013), Mahakam (Total, 2017), South Sumatra, SES (CNOOC, 2018), South Natuna Sea B (Conoco-Phillips, 2018), East Kalimantan (Chevron, 2017), Sanga-sanga (Virginia, 2018), Lho Sukon B (Exxon, 2017), Corridor, Bertak, dan Bijak Ripah (Conoco-Phillips, 2016), Onshore Salawati Basin (PetroChina, 2016), Ogan Komering (PetroChina, 2018), dan Arun B (Exxon, 2017). Hampir semua blok tersebut masih menyimpan cadangan besar, telah dikelola asing sejak 1970-an.
 Berbicara kedaulatan permanen sebenarnya telah dibicarakan di tingkat internasional yang menghasilkan resolusi PBB 1803, 14 Desember 1962 yang mengakui adanya kedaulatan negara atas SDA (permanent sovereignty over natural resources). Ada beberapa butir penting dari resolusi ini yang menarik untuk dicatat. Pertama, kedaulatan permanen negara terhadap SDA dilaksanakan demi kesejahteraan penghuninya dan pembangunan nasional. Kedua, eksplorasi dan bangunan SDA harus sesuai aturan-aturan yang ada di masyarakatnya. Ketiga, kerjasama investor dan negara dalam pengelolaan SDA dan pembagian keuntungan tidak boleh membawa dampak pelemahan terhadap konsep kedaulatan permanen negara atas SDA. Keempat, tindakan nasionalisasi dan penyitaan diizinkan dengan alasan kepentingan publik dan keamanan. Kelima, kontroversi yang muncul sebagai akibat dari tindakan nasionalisasi dan penyitaan itu dapat diselesaikan melalui arbitrase atau ajudikasi internasional.
Menurut hemat saya ketika pemerintah tidak lagi memperpanjang kontrak dengan pihak asing maka SDA dan migas indonesia akan berdaulat sehingga rakyat indonesia akan sejahtera seperti yang telah terbukti dilakukan oleh negara-negara di Amerika Latin seperti Venezuela, Argentina, dan Bolivia.

Leave a Reply